Hukum bertato
Kalau kita cermati sebenarnya yang terjadi pada tato, tidak ada lapisan yang menghalangi sampainya air ke kulit. Sebab tato tidak berada di luar kulit, melainkan di dalam kulit. Berdasarkan hal ini, maka wudhu maupun mandi janabah seseorang yang bertato adalah sah. Lalu bagaimana dengan shalat seorang yang bertato? Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa tato adalah endapan darah di bawah kulit yang bercampur dengan tinta atau zat semisal yang dibentuk sesuai gambar atau tulisan tertentu. Darah yang bercampur dengan tinta dan mengendap di bawah kulit semacam ini hukumnya adalah najis. Sedangkan salah satu syarat sahnya shalat adalah sucinya badan, pakaian dan tempat dari segala najis. Orang yang bertato dengan sendirinya membawa najis yang melekat di tubuhnya secara permanen, ibarat anak kecil yang mengenakan popok bayi penuh dengan najis air seni. Dengan sendirinya, shalatnya tidak sah meskipun ia dalam keadaan berwudhu. Lantas bagaimana solusinya bagi mereka yang sudah terlanjur bertato? Ibnu Hajar Al-'asqalani dalam bukunya Fathul Bari, menjelaskan bahwa tempat yang ditato menjadi najis karena darahnya tertahan di kulit tersebut. Oleh karena itu tato tersebut wajib dihilangkan meskipun harus melukai kulit, kecuali jika dikhawatirkan akan mengakibatkan rusak, cacat atau hilangnya fungsi anggota tubuh yang ditato tersebut. Dalam kondisi demikian, maka tatonya boleh tidak dihilangkan, dan cukuplah taubat untuk menghapus dosanya
Komentar
Posting Komentar