Rahasia di Balik Tanggal 25 Desember



Sebelum lebih jauh membahas mengenai peringatan hari Natal tanggal 25 Desember, saya ingin mengajak teman-teman untuk membayangkan suasana saat Yesus dilahirkan.
Seperti yang dikatakan di Alkitab, para gembala tengah berada di padang menjaga kawanan domba saat Malaikat memberitahukan kabar kelahiran Yesus Kristus.
Menurut kebiasaan prang Yahudi, mereka biasanya mengembalakan domba di luar di hari-hari awal musim semi sekitar hari Paskah Yahudi.
Para gembala membiarkan domba di padang hingga hujan pertama di awal musim gugur. Jadi di antara musim semi dan musim gugur ini, para gembala membiarkan dombanya di padang dan tetap terjaga menjaga para domba dari para musuh di kala malam. Jadi bisa dikatakan bahwa, para gembala berada di padang sepanjang musim panas.
Kita bisa melihat budaya orang Yahudi ini dalam kitab Ezra.
Hujan di awal musim gugur saat udara mulai menjadi dingin adalah saat di mana orang-orang Yehuda dan Benyamin menyadari dosa mereka di hadapan Tuhan.
Lalu berhimpunlah semua orang laki-laki Yehuda dan Benyamin di Yerusalem dalam tiga hari itu, yakni dalam bulan kesembilan pada tanggal dua puluh bulan itu. Seluruh rakyat duduk di halaman rumah Allah, sambil mengigil karena perkara itu dan karena hujan lebat…(Ezra 10:9)
Lalu seluruh jemaat menjawab dan berseru dengan suara nyaring:”…Tetapi orang-orang ini besar jumlahnya dan sekarang musim hujan, sehingga orang tidak sanggup lagi berdiri di luar…” (Ezra 10:13)
Raja Salomo dalam Kitab Kidung Agung juga menuliskan fakta berikut: “Karena lihatlah, musim dingin telah lewat, hujan telah berhenti dan sudah lalu” (Kidung Agung 2:11).
Dari beberapa ayat di atas, kita menemukan fakta bahwa hari kelahiran Yesus tidak mungkin berada di musim dingin seperti tanggal 25 Desember kini. Selain karena di Israel sedang musim dingin, berada di luar juga beresiko terkena hujan yang turun di musim dingin. Baik udara dingin dan hujan berakibat buruk bagi gembala dan para domba, sehingga tidaklah mungkin para gembala berada di luar kala musim dingin.
Para gembala hanya berada di luar saat musim panas, di antara bulan Mei dan Oktober, dan tidak mungkin pada akhir Desember seperti tanggal 25 Desember, hari peringatan kelahiran Yesus yang kita rayakan kini.
......
Jadi Kenapa Tanggal 25 Desember?
......
Pertanyaan di atas adalah pertanyaan yang paling susah dijawab. B
eberapa orang Kristen segan untuk menjawabnya karena berkaitan dengan hari raya orang asing yang tidak mengenal Tuhan. Namun kali ini saya akan menuliskan seluruh kisah dan rahasia di balik tanggal 25 Desember ini. Dengan pengetahuan dan pengertian yang detail, kita akan makin sadar dan dapat memaknai Natal dengan sempurna.
Sejarah Natal dimulai pada abad keempat di mana Kaisar Konstantin mengumumkan agama Kristen menjadi agama wajib kerajaan Romawi. Saat itu, Kaisar Konstantin memperkenalkan agama Kristen lewat budaya-budaya yang sudah berakar kuat di kerajaan Romawi yakni penyembahan kepada dewa Romawi.
Ibaratnya seperti ketika memperkenalkan Yesus sebagai Allah (dalam bahasa Arab) atau Debata sebagai Allah dalam bahasa Batak. Debata pada awalnya digunakan untuk menyebut allah sembahan orang Batak terdahulu, namun kata Debata dialihtujukan kepada Allah Sang Pencipta dan digunakan dalam Alkitab Bahasa Batak. Penggunaan kata Allah dialihkan dari para dewa kepada Allah Sang Pencipta.
Dan salah satu perayaan terbesar budaya Romawi ada di musim dingin yang disebut Saturnalia, saat titik balik matahari di bumi bagian utara. Perayaan ini biasanya berlangsung sejak tanggal 17 Desember hingga 24 Desember dan berakhir pada 25 Desember. Perayaan ini diperkenalkan oleh Pangeran Aurelian pada tahun 274 masehi menjadi “hari lahirnya matahari” dan dirayakan sebagai peringatan kepada dewa matahari Romawi. Tanggal 25 Desember juga hari titik balik matahari, hari terpendek dalam setahun di bagian bumi utara. Setelah tanggal 25 Desember, durasi matahari bersinar akan kembali normal. Sebagai tambahan, tanggal 25 Desember juga dirayakan sebagai hari kelahiran dewa misteri Iran yakni Mitras. Mitras dibilang sebagai “matahari kebenaran”.
Dari beberapa penjelasan di atas, kita sedikit bisa membayangkan mengapa bapak-bapak gereja awal mengalihkan perayaan itu menjadi perayaan Kristen. Mereka ingin memperkenalkan Yesus sebagai Allah yang adalah kebenaran dan pencipta segalanya termasuk matahari. Dalam catatan pada abad keempat pun tercatat demikian.
“Kami menjadikannya tanggal 25 Desember, bukan karena hari ini perayaan kelahiran matahari, namun merayakan Dia yang menciptakan matahari.”
Saya pun pernah satu kali ditanya oleh beberapa teman sekaligus, masak tanggal 25 Desember adalah hari Yesus lahir? Saya menjawab: “ITU SALAH. Saya dan semua orang Kristen juga tidak tahu pasti kapan Yesus lahir. Tapi tanggal 25 Desember adalah HARI PERINGATAN KELAHIRAN TUHAN YESUS.”
Saya senang sekali dengan terjemahan bahasa Indonesia yang bisa menggambarkan tanggal 25 Desember dengan sangat tepat. Sekali lagi saya tegaskan, tanggal 25 Desember, hari Natal, bukanlah hari dimana Tuhan Yesus lahir, tapi hari peringatan kelahiran Tuhan Yesus. Pada hari Natal lah kita semua memperingati kelahiran Tuhan Yesus yang turun dari sorga, dalam wujud seorang bayi, dengan satu tujuan: menjadi sama dengan manusia, untuk menebus manusia dari hukuman dosa.
Alasan Lain Natal Dirayakan Tanggal 25 Desember
Selain itu ada beberapa pertimbangan lain yang menjadikan Bapa-Bapa Gereja menetapkan tanggal 25 Desember sebagai Hari Peringatan Kelahiran Yesus Kristus. Saya akan menceritakan salah satu ceritanya.
Semua orang di dunia tidak terkecuali merayakan tahun baru pada 1 Januari. Dari awal mulanya, 1 Januari adalah hari bersejarah, hari baru, tahun baru. Lalu dihitunglah 8 hari mundur (Tradisi Orang Yahudi pada hari ke-8 disunat), supaya Tahun Baru menjadi hari perayaan yang luar biasa.
Tanggal 1 Januari dianggap sebagai hari penyunatan Yesus Kristus, lalu dikurangi 8 hari, jadilah tanggal 25 Desember ditetapkan sebagai Hari Peringatan Kelahiran Tuhan Yesus. Penyunatan adalah lambang bahwa kita diserahkan dan ada di dalam Kristus, dan pada tahun baru kita semua adalah ciptaan baru yang hidup di dalam Kristus Yesus.
Itulah salah satu cerita mengenai asal usul kenapa Natal dirayakan tanggal 25 Desember.
Namun yang ingin ditekankan ialah asal usul makna hari Natal tanggal 25 Desember tidaklah menjadi persoalan lagi. Yang kini jadi persoalan penting adalah, apakah Natal itu bermakna bagi hidup kita masing-masing? Adakah Natal mengingatkan kita kepada Allah Sang Pencipta segalanya? Adakah Natal membawa perubahan dalam hidup rohani kita? Adakah Natal mengubah sikap kita terhadap orang lain? Adakah kebenaran Natal memerdekakan kita dari dosa? Jangan sampai Natal cuma berlalu begitu saja, tidak lebih dari perayaan biasa seperti yang dirayakan orang asing.
NATAL BUKAN 25 DESEMBER
Pakar Kristologi, Pendiri Irena Center
Kontroversi NATAL memang tidak pernah surut dibahas tiap tahun apalagi menjelang peringatannya 25 Desember. Berbagai tulisan mengupas tentang asal-asul peringatan ini berulang-ulang dimuat kembali untuk membentengi umat Islam agar tidak terseret dalam peringatan ini. Tapi bukannya peringatan ini menjadi surut, tapi tiap tahun peringatan ini justru makin meriah walau coreng dibalik peringatan ‘suci’ kelahiran tuhan ini terkuak.
Buku Paus mengupas kebohongan Natal
Kejadian yang cukup menghebohkan dunia Kristen baru saja terjadi adalah pengungkapan jujur dari tokoh besar Kristen yakni Paus Benedictus XVI. Ia menulis sebuah buku, ‘Jesus of Nazareth: The Infancy Narrative’ yang diluncurkan Rabu (21/11/2012). Ia membongkar beberapa fakta yang mengejutkan seputar kelahiran Yesus Kristus. Antara lain menurutnya,
–          Kalender Kristen salah. Perhitungan tentang kelahiran Yesus yang selama ini diyakini adalah keliru. Kemungkinan, Yesus dilahirkan antara tahun 6 SM dan 4 SM.
–          Materi-materi yang muncul dalam tradisi perayaan Natal, seperti rusa, keledai dan binatang-binatang lainnya dalam kisah kelahiran Yesus, menurutnya sebenarnya tidak ada. Alias hanya mengada-ada.
–          Paus Benediktus XVI juga mempermasalahkan tempat kelahiran Yesus, menurutnya Yesus bukan lahir di Nazareth sebagaimana yang diyakini secara umum.
“Kami bahkan tidak tahu pada musim apa dia (Yesus) dilahirkan. Semua pemikiran tentang perayaan kelahirannya selama masa paling gelap dari sepanjang tahun, kemungkinan berkaitan dengan tradisi pagan dan titik balik matahari di musim dingin.” John Barton, profesor pakar tafsir naskah-naskah suci Kristen di Oriel College, Universitas Oxford.
Apa kata sumber Kristen tentang Natal?
a.      Catholic Encyclopedia edisi 1911 bab “Christmas” : Natal bukanlah upacara gereja yang pertama … melainkan ia diyakini berasal dari Mesir, perayaan yang diselenggarakan oleh para penyembah berhala dan jatuh pada bulan Januari, kemudian dijadikan hari kelahiran Yesus. Dalam bab “Natal Day”:
Di dalam kitab suci tidak ada seorangpun yang mengadakan upacara atau menyelenggarakan perayaan untuk merayakan hari kelahiran Yesus. Hanyalah orang-orang kafir saja (seperti Fir’aun dan Herodes) yang berpesta pora merayakan hari kelahirannya ke dunia ini.
b.      Encyclopedia Britannica edisi 1946 : Natal bukanlah upacara gereja abad pertama. Yesus Kristus atau para muridnya tidak pernah menyelenggarakannya, dan Bibel juga tidak pernah menganjurkannya. Upacara ini diambil oleh gereja dari kepercayaan kafir penyembah berhala.
c.       Encyclopedia Americana edisi 1944 : Menurut para ahli, pada abad-abad permulaan, Natal tidak pernah dirayakan oleh umat Kristen. Pada umumnya umat Kristen hanya merayakan hari kematian orang-orang terkemuka saja, dan tidak pernah merayakan hari kelahiran orang tersebut … Perayaan Natal yang dianggap sebagai hari kelahiran Yesus mulai diresmikan pada abad ke-4 Masehi. Pada abad ke-5 Masehi Gereja Barat memerintahkan kepada umat Kristen untuk merayakan hari kelahiran Yesus, yang diambil dari hari pesta bangsa Roma yang merayakan hari “Kelahiran Dewa Matahari”. Sebab tidak seorangpun mengetahui hari kelahiran Yesus.
d.      New Schaff-Herzog Encyclopedia of Religious Knowledge, Christmas :
Adat kepercayaan pagan Brumalia dan Saturnalia yang sudah sangat akrab di masyarakat Roma diambil Kristen … Perayaan ini dilestarikan oleh Kristen dengan sedikit mengubah jiwa dan tatacaranya. Para pendeta Kristen di Barat dan di Timur Dekat menentang perayaan kelahiran Yesus yang meniru agama berhala ini. Di samping itu Kristen Mesopotamia yang menuding Kristen Barat (Katholik Roma) telah mengadopsi model penyembahan kepada Dewa Matahari.
Bibel mengutuk pohon Natal
Tidak ada perayaan Natal tanpa pohon Natal. Padahal sebagaimana dapat dibaca dari buku-buku sejarah, perayaan Natal dan pohon Natal sudah ada semenjak zaman dahulu kala, jauh sebelum Yesus dilahirkan. Perayaan Natal ini sesungguhnya merupakan tradisi lama dari para penganut penyembah berhala (paganisme).
Nimrod atau Raja Namrudz adalah salah satu tokoh yang diyakini dalam paganisme yang tetap hidup abadi meski jasadnya telah tiada. Semiramis ibunya menjadikan pohon evergreen (cemara) yang bisa tumbuh dari kayu yang sudah mati sebagai simbol kehidupan baru Nimrod setelah mati. Dan Nimrod dianggap selalu ada di pohon tersebut tiap hari kelahirannya tiba, sehingga sering dihiasi dengan aksesoris yang gemerlap dan di bawahnya sering diletakkan aneka bingkisan.  Mari kita telaah terlebih dahulu Yeremia 10: 2-5,
Beginilah firman Tuhan: “Janganlah biasakan dirimu dengan tingkah langkah bangsa-bangsa, janganlah gentar terhadap tanda-tanda di langit, sekalipun bangsa-bangsa gentar terhadapnya. Sebab yang disegani bangsa-bangsa adalah kesia-siaan. Bukankah berhala itu pohon kayu yang ditebang orang dari hutan, yang dikerjakan dengan pahat oleh tukang kayu? Orang memperindahnya dengan emas dan perak; orang memperkuatnya dengan paku dan palu supaya jangan goyang. Berhala itu sama seperti orang-orangan di kebun mentimun. Tidak dapat berbicara; orang harus mengangkatnya, sebab ia tidak dapat melangkah. Janganlah takut kepadanya, sebab berhala itu tidak dapat berbuat jahat, dan berbuat baik pun ia tidak dapat.
Dalam kitab Yeremia (bagian dari Perjanjian Lama) tersebut begitu jelas bahwa Bibel menentang adanya pemberhalaan terhadap pohon kayu. Pertanyaannya, bagaimana dengan pohon Natal? Bibel mengutuk keras pembuatan pohon Natal tapi mengapa umat Kristen yang mengklaim Bibel sebagai pedoman hidupnya malah justru menodai firman Tuhannya sendiri?
Natal Menjadi Budaya
Natal sesungguhnya adalah perayaan penyembah berhala atau kaum paganis yang telah di “baptis” oleh Gereja. Namun apakah umat Kristen berhenti merayakan Natal 25 Desember? Mungkin mereka, golongan orang yang berpikir akan berhenti, tapi ada juga yang tidak. Natal sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat dunia.
Namun yang ironis, mengapa umat Islam kok malah ikut-ikutan memeriahkan Natal? Padahal hukum mengucap selamat Natal dalam Islam sudah sangat jelas, haram.
Dalam “Pesan Natal Bersama Tahun 2012” yang ditandatangani Ketua Umum dan Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI)”, dinyatakan sebagai berikut:
“Saudara-saudari terkasih, setiap merayakan Natal, pandangan kita selalu terarah kepada bayi yang lahir dalam kesederhanaan, namun menyimpan misteri kasih yang tak terhingga. Allah menjadi manusia dan tinggal di antara kita. Inilah perayaan penuh suka cita atas kedatangan Tuhan. Dialah Sang Juruselamat yang menjadi manusia….”
Jelaslah bahwa Natal bukan urusan duniawi, sosial dan seremonial semata, tapi perayaan doktrin ketuhanan Yesus yang sungguh sangat berlawanan dengan aqidah Islamiyah. (Islampos/Mediaumat)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dari Tuan Berubah Menjadi Tuhan (dalam bibel)

Yesus hanya diutus kepada bani israel - Bukti Alkitabiyah

YOHANES 13:13 TUHAN atau Tuan